Nama : JAKA SULARSO
Nik. : PO.300289031
Guru : KEWIRAUSAHAAN
IMLEK
Pada awalnya Imlek merupakan perayaan untuk menyambut musim semi yang dilakukan oleh para petani di negeri Tiongkok. Saat itu merupakan tanda waktu bagi mereka untuk memulai kembali masa tanam. Bagi para petani itu musim semi juga merupakan pertanda akan kehidupan yang bergeliat kembali karena pepohonan mulai memunculkan tunas barunan segar dan bakal bunga mulai tumbuh. Fenomena alam ini membuat mereka terpukau dan sebuah perayaan sederhana pun dilakukan. Dalam perjalanan waktu, perayaan ini tetap terpelihara dan menjadi sebuah ritus atau ritual. Ritual inilah yang kemudian menjadi inti dari perayaan Imlek tersebut yang masih terpelihara dengan baik hingga sekarang. Imlek juga menjadi kesempatan bagi orang-orang China untuk berkumpul bersama keluarga. Maka, tidak dapat dihindari seluruh jadwal penerbangan dan kereta api akan penuh di hari-hari menjelang perayaan Imlek. Bahkan tiket kereta api dan pesawat akan terjual habis seluruhnya beberapa minggu sebelumnya.
Sehingga pemandangan antrian orang berjejal untuk masuk ke dalam gerbong kereta api menjadi salah satu suguhan di sana menjelang perayaan ini. Beberapa usaha rumah makan juga akan menutup sementara untuk memberi kesempatan kepada para pekerjanya berlibur. Berdasarkan pengalaman penulis, kami biasanya membeli beberapa roti atau makanan yang bisa disimpan beberapa hari sampai rumah-rumah makan itu buka kembali. Pemandangan di kota-kota tujuan wisata akan penuh dengan para wisatawan karena Imlek juga menjadi kesempatan mereka untuk berlibur dan berjalan-jalan bersama keluarga. Di Indonesia, geliat perayaan Imlek dari tahun ke tahun semakin semarak dan bervariasi. Hal ini terutama terjadi ketika Orde Baru berakhir dan Orde Reformasi dimulai. Beberapa peraturan yang membatasi ruang gerak etnis Tionghoa pun mulai dihapuskan dan salah satu yang kemudian sering ditampilkan dihadapan umum adalah perayaan Imlek. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden no. 6 Tahun 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang memberikan kesempatan bagi warga keturunan Tionghoa untuk melakukan aktivitas kebudayaannya di hadapan umum. Keputusan ini serta merta membatalkan Instruksi Presiden
no. 14 Tahun 1967 yang kala itu memberikan batasan-batasan kepada etnis Tionghoa.3 Dua tahun kemudian melalui Keputusan Presiden no. 19 Tahun 2002, Presiden Megawati Sukarnoputri menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional.4 Pada tahun 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Peraturan no. 12/2006 tentang kewarganegaraan dan Peraturan no. 23/2006 tentang sensus penduduk. Kedua peraturan itu memberikan peneguhan kepada keturunan Tionghoa untuk mendapatkan hak kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia.
5 Keputusan-keputusan ini mempunyai dampak yang positif karena berbagai kebudayaan Tionghoa mulai dikenal umum dan menjadi bagian kekayaan kebudayaan Indonesia. Sebenarnya, kalau ditilik dari sejarahnya, hubungan kebudayaan Tiongkok atau China dan Indonesia sudah terjalin sejak masa lampau. Hal ini dapat dilihat dari catatan Fei Xin dan Wang Dahai mengenai adat istiadat di Jawa.6 Ditambah lagi, adanya banyak migrasi bangsa China ke nusantara yang membawa serta budayanya dan berasal dari beragam suku yang ada di sana.7 Maka, tak dapat dipungkiri lagi bahwa perjumpaan budaya pun terjadi dan beberapa kebudayaan China akan tetap hidup dan berkembang di Indonesia. Dan, salah satunya adalah perayaan Imlek. Imlek dapat dikatakan hampir sama dengan perayaan tahun baru yang sering diadakan setiap tanggal 1 Januari.
Setiap orang akan sibuk merencanakan kegiatan yang akan diadakan untuk menyambut pergantian tahun, seperti: petasan, terompet, makanan dan lain sebagainya. Tetapi yang berbeda di dalam Imlek adalah peralatan dan isi dari perayaan itu. Tentunya, di dalam perayaan ini tersembunyi makna tertentu yang membuat warga keturunan Tionghoa mempersiapkan hal itu dan senantiasa berusaha untuk melakukannya secara turun-temurun. Mungkin, di dalam perayaan Imlek ini terkandung simbol dan makna yang senantiasa dicoba untuk dipertahankan. Terkait dengan itu semua, di dalam tulisan ini penulis ingin meneliti dan menggali makna apa yang terkandung di dalam perayaan Imlek tersebut. Imlek di Indonesia resmi dirayakan sebagai hari libur nasional sejak tahun 2002 berdasarkan Keppres Nomor 19 Tahun 2002. Sejak dirayakan secara nasional, banyak tradisi Imlek di Indonesia yang mulai dikenal masyarakat luas. Berbagai macam tradisi Imlek khas di Indonesia membedakannya dengan tradisi Imlek di berbagai negara. Sampai saat ini, meski perkembangan zaman begitu pesat. Masih banyak keluarga yang masih menerapkan beberapa tradisi Imlek untuk melestarikan budaya.

  1. Bersih-Bersih Rumah Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, bersih-bersih rumah saat Imlek memiliki makna membuang segala macam keburukan dan kesialan. Tradisi ini biasanya dilakukan satu hari sebelum hari raya Imlek. Pada hari raya Imlek pantang untuk bersih-bersih rumah karena dipercaya dapat membuang keberuntungan. Jika ingin membersihkan rumah saat Imlek tetap bisa dilakukan namun tidak boleh menyapu dari dalam ke luar rumah. Kalau mau menyapu harus dari luar ke dalam. Debu dan kotoran bisa disimpan dulu dan dibuang setelah lewat hari raya Imlek. Menyapu ke luar rumah bisa dianggap membuang rezeki yang mau masuk ke rumah. Selain membersihkan rumah, masyarakat keturunan Tionghoa juga membersihkan klenteng. Membersihkan rumah jadi lebih mudah dengan vacuum cleaner, alat pel, sapu, dan lainnya. Jika rumah bersih, tamu yang datang saat Imlek juga pasti lebih nyaman. Beli peralatan rumah tangga terbaik di Bhinneka.
  2. Dekorasi Rumah Serba Merah Setelah membersihkan rumah, selanjutnya yang dilakukan adalah menghias rumah dengan dekorasi khas warna merah. Setiap pintu dan jendela dicat ulang agar lebih indah. Tidak lupa, berbagai macam kertas bertulis kalimat atau kata bijak ditempel di berbagai tempat. Warna merah sangat mendominasi karena dipercaya dapat membawa keberuntungan dan kesejahteraan. Selain dipercaya membawa hoki, warna merah dipercaya bisa mengusir Nian atau mahluk buas yang hidup di dasar laut atau gunung. Nian dipercaya keluar saat musim semi atau saat tahun baru Imlek tiba. Kemudian setelah selesai dekorasi rumah, tidak lupa berbagai macam makanan khas Imlek juga disajikan. 3. Memberi Angpau ke yang Belum Menikah Angpau atau hongbao amplop berwarna merah yang berisi uang tunai. Angpau diberikan sebagai hadiah untuk menyambut tahun baru Imlek. Angpao memiliki makna
    pemberian rezeki. Warna merah angpau melambangkan kekuatan, kesejahteraan, dan hoki. Tradisi Imlek di Indonesia ini jadi momen yang paling ditunggu. Angpau diberikan oleh anggota keluarga yang sudah berkeluarga. Yang menerima angpau adalah anak-anak atau orang yang belum menikah. Menariknya, orang dewasa yang belum menikah juga tetap mendapat angpau. Dalam kepercayaan Tionghoa, uang di dalam angpau tidak boleh mengandung angka 4 karena dianggap membawa sial. Dalam bahasa Mandarin, angka empat memiliki penyebutan yang sama dengan kata “mati.” 4. Berharap Hujan Datang Di tengah masyarakat, ada kepercayaan bahwa hujan saat Imlek menandakan keberuntungan. Masyarakat Tionghoa sering mengharapkan hujan turun saat Imlek karena dianggap membawa rezeki yang banyak. Uniknya, tahun baru Imlek biasanya jatuh pada bulan Januari atau Februari. Di mana curah hujan mengalami peningkatan secara merata di seluruh wilayah Selatan Indonesia.
  3. Pantang Makan Bubur Bubur adalah salah satu jenis makanan yang biasa dimakan saat pagi hari. Namun, memakan bubur saat Imlek adalah hal yang tabu. Kenapa ? Masyarakat Tionghoa menganggap bahwa bubur adalah simbol kemiskinan. Mereka percaya kalau memakan bubur saat tahun baru Imlek akan membuat keberuntungan menjauh dan berganti jadi kesialan. Untuk mengganti bubur, masyarakat keturunan Tionghoa menyajikan makanan pengganti sebagai simbol hoki, kesejahteraan, dan keharmonisan keluarga. Berbagai makanan yang dipercaya membawa keberuntungan sudah disajikan, seperti: kue keranjang, jeruk santang atau mandarin, mie goreng, dan lain sebagainya. 6. Pantang Makan Durian dan Salak
    Saat Imlek, masyarakat Tionghoa di Indonesia pantang untuk makan durian dan salak. Buah-buahan dengan kulit kasar berduri ini jarang disajikan saat Imlek. Kedua jenis buah ini dianggap tabu karena menggambarkan hidup yang sulit. Kulit buah yang tajam ini melambangkan kesialan, ketidakharmonisan, dan pertengkaran. Meskipun rasanya manis, namun keduanya tidak pernah disajikan saat Imlek. Karena saat Imlek, masyarakat Tionghoa hanya akan memakan sajian yang penuh dengan makna positif. 7. Dilarang Membalik Ikan Ikan bandeng kukus adalah salah satu makanan khas Imlek. Tradisi Imlek di Indonesia yang cukup unik adalah kita dilarang mengambil daging ikan di bagian bawah. Jadi saat makan ikan, posisi ikan tidak boleh dibalik. Bagian bawah ikan harus disisakan untuk dimakan keesokan harinya. Masyarakat Tionghoa percaya bahwa hal ini akan membawa surplus untuk tahun yang akan datang. 8. Menutup Rumah di Tengah Malam Imlek
    Salah satu tradisi Imlek di Indonesia adalah melaksanakan sembayang kepada leluhur pada malam pergantian tahun. Karena harus berdoa, masyarakat Tionghoa akan menutup rumah atau pintu gerbang di atas jam 12 malam. Ritual sembahyang bisa dengan cara berziarah ke makam, atau sembahyang di rumah. Saat tengah malam, mereka berdoa sepanjang malam ke dewa rezeki.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *