
Sudah lama saya ingin membeli koran kepada penjual koran yang setiap pagi berjualan di persimpangan jalan atau di beberapa titik yang sering saya lalui saat bekerja. Dengan wajah yang sama, kelelahan atau putus asa seorang penjual koran atau surat kabar itu menyampaikan keluhannya. “Sekarang pembeli koran sepi, makanya saya hanya membawa sedikit saja..”keluhnya.
Surat kabar yang saya beli adalah terbitan lokal. Saya membelinya dengan tujuan memberikan contoh kepada murid-murid dalam membuat tugas belajar kelompok. Mengapa saya harus menunjukkan contoh koran kepada mereka? Karena sebagian besar dari mereka tidak mengenal bentuk koran atau surat kabar. Duh, bagaimana dengan membacanya, apakah mereka mau?
Membaca koran di pagi hari sambil menikmati segelas kopi atau teh adalah kebiasaan sebagian besar orang di waktu dulu. Saat di mana akses internet belum terjangkau, waktu saat semua informasi hanya berasal dari tiga sumber saja yaitu televisi, radio dan surat kabar/koran. Tukang antar koran kerap ditunggu-tunggu kehadirannya oleh para pelanggan, bahkan sampai ada yang menyatakan tidak bisa melanjutkan kerja sebelum membaca dan melahap isi berita di surat kabar.
Jauh berbeda dengan saat ini, di kala banyak orang yang haus akan informasi namun telah disuguhkan oleh portal-portal pemberitaan secara daring. Sangat sederhana dan praktis, dalam waktu singkat kita dapat mengakses semua asal ada jaringan internet. Semakin banyak media pemberitaan secara online jelas memudahkan kita untuk menyerap semua informasi. Si koran sudah mulai dilupakan perlahan-lahan.
Transformasi digital mau tidak mau menggeser media cetak, tentu saja dengan berbagai macam alasan. Tidak hanya koran tapi juga pada tabloid dan majalah. Meskipun ada beberapa yag masih bertahan di tengah derasnya arus digitalisasi.
Bagaimanakah nasib penerbit dan loper koran alias penjual korannya? Memang tidak sebanyak dahulu di mana hampir setiap sudut jalan dan persimpangan, para penjual koran selalu siap melayani pembeli yang tengah melintas di jalan tersebut. Bahkan kita tidak menemukan sang penjual koran lagi di kala hari mulai siang karena jualan mereka sudah habis semua.
Toko buku juga memajang rak khusus koran harian atau media cetak mingguan dan bulanan untuk dijual. Saya ingat betul beberapa tahun yang lalu saya selalu mengunjungi sebuah toko buku hanya untuk membeli tabloid wanita mingguan favorit. Saya membeli koran saat benar-benar membutuhkannya untuk tugas kuliah, atau sekadar ingin mengetahui lebih lanjut berita-berita yang sedang meroket pada masanya. Memang pada masa itu masih banyak pembaca koran atau media cetak lainnya.
Ada yang menguntungkan di saat saya pernah berlangganan tabloid mingguan. Tabloid yang sudah saya baca atau koran, saya kumpulkan lalu bisa saya jual ke tukang loak. Harga setiap kilo koran atau tabloid bekas bisa menambah uang saku. Jika tidak saya salurkan ke tukang loak, saya harus berkenan membagi ke tetangga atau orang lain yang membutuhkan koran/tabloid bekas. Ada yang untuk tugas anak sekolah atau digunakan oleh penjual makanan khususnya gorengan. Sekarang juga masih ditemukan penjual yang menggunakan koran sebagai pembungkus makanan (gorengan), padahal jelas itu tidak baik untuk kesehatan.
Koran memang semakin ditinggalkan, namun bagaimana cara untuk membangkitkan perhatian serta semangat masyarakat kita dalam membaca koran khususnya orang dewasa. Saya mencoba membuktikan bahwa peminat pembaca koran juga semakin jarang. Di sekolah tempat saya mengajar masih berlangganan beberapa koran terbitan lokal maupun luar, termasuk sebuah majalah. Sayangnya hanya ada satu atau dua orang (dalam hal ini guru/karyawan) sekolah yang rutin membacanya di waktu luang mereka. Selebihnya koran akan akan menghiasi sebuah rak khusus di ruang perpustakaan kami sampai habis masanya.
Sebagai pendidik, saya juga mempunyai keprihatinan terhadap peserta didik dan warga sekolah terutama dalam hal membaca. Pendidikan di Indonesia kembali bergiat diri dalam peningkatan di bidang literasi dan numerasi. Ini tentunya akan mendatangkan pola pikir generasi muda yang semakin kritis dan bertanggungjawab. Lalu bagaimana hubungannya dengan koran atau surat kabar?
Sekolah kami memang telah belajar mengenai digitalisasi, namun kami tidak serta merta menanggalkan semua metode pembelajaran yang berbau konvensional. Setiap seminggu sekali, anak-anak mempunyai jam wajib perpustakaan, meskipun hanya satu jam pelajaran namun mampu membuat para peserta didik melek literasi.
Membaca buku di perpustakaan dilanjutkan dengan menceritakan kembali atau menulis ringkasan buku adalah agenda rutin pada jam perpustakaan. Koran atau surat kabar yang tersampir pada rak gantungan koran khusus bahkan hampir tidak dilirik mereka. Kami harus mengarahkannya, bukan untuk membaca semua isinya tapi paling tidak mereka paham apa itu koran dan apa saja yang ada di dalamnya.
Untuk lebih meningkatkan minat baca koran, saya kembali menyuruh mereka untuk membuat tugas kliping dengan menggunakan koran bekas. Untuk tema kliping ditentukan atau disepakati bersama. Dengan membuat kliping dari koran bekas, akhirnya anak-anak membaca koran yang notabene isinya tidak menarik minat mereka tapi paling tidak mereka ingat judul dan ide pokok berita tersebut.
Jika diperlukan, mereka akan membeli koran baru pada tukang koran yang masih setia menebarkan informasi melalui koran yang dijualnya. Selain itu mengajak anak didik untuk menghiasi mading sekolah dengan potongan-potongan berita dari koran adalah cara lain yang dapat dilakukan agar anak melek literasi sejak dini. Jangan sampai anak-anak dan kita sendiri tertinggal dari cara tukang koran dalam hal membaca.
Bahkan tidak jarang ada tukang koran yang menjadi sosok yang serba tahu akibat rutinitasnya membaca koran yang dijualnya. Alih-alih dapat untung, mereka justru mendapat ilmu.
Bagaimana dengan kita orang dewasa, masihkah ada yang meluangkan waktu untuk membeli dan membaca koran? Saya rasa tidak banyak lagi, kecuali bagi yang bermasalah pada penglihatan (mata) yang tidak bisa lama-lama melihat layar gawai. Ada juga yang merasa lebih percaya pada isi pemberitaan di koran dan tidak ribet akibat iklan-iklan yang berseliweran pada media pemberitaan secara online.
Koran, juga dikenal sebagai surat kabar atau media cetak harian, adalah suatu publikasi cetak yang biasanya diterbitkan secara reguler, seperti setiap hari atau mingguan, yang berisi berita, laporan, artikel, dan iklan. Koran adalah salah satu bentuk media cetak tertua yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Ini umumnya berisi berita terkini, ulasan editorial, kolom opini, dan informasi lainnya tentang berbagai topik seperti politik, ekonomi, olahraga, hiburan, dan lain-lain.
Seiring perkembangan teknologi, banyak koran juga memiliki edisi online atau situs web yang memungkinkan pembaca untuk mengakses berita dan informasi terkini secara digital. Meskipun bentuk koran fisik masih tersedia, popularitas berita digital terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi.
Dalam era digital yang terus berkembang, tren membaca koran kertas secara perlahan tetapi pasti mulai meredup. Ada beberapa faktor yang menjelaskan mengapa orang sekarang jarang membaca koran seperti yang mereka lakukan di masa lalu.
1. Akses Digital yang Mudah:
Salah satu alasan utama adalah akses yang lebih mudah ke berita melalui internet. Dengan perangkat seluler, tablet, dan komputer pribadi, siapa pun dapat mengakses berita dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber online. Situs berita, aplikasi, dan platform media sosial telah menjadi sumber utama berita bagi banyak orang.
2. Aktualitas Lebih Cepat:
Berita cetak memiliki keterbatasan dalam hal kecepatan penyiaran informasi. Dalam dunia di mana peristiwa terjadi dalam hitungan detik, berita dalam bentuk cetak mungkin sudah usang saat sampai ke pembaca. Sebaliknya, berita online memungkinkan pembaruan real-time yang memungkinkan pembaca untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dan terkini.
3. Isu Lingkungan:
Semakin banyak orang yang peduli dengan isu lingkungan, dan pencetakan koran menggunakan banyak kertas, tinta, dan sumber daya alam lainnya. Inisiatif untuk mengurangi jejak lingkungan mendorong orang untuk mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan.
4. Ruang Penyimpanan dan Keterbatasan Fisik:
Koran fisik memerlukan ruang penyimpanan yang signifikan, dan koleksi koran dapat memenuhi ruang di rumah. Selain itu, orang cenderung lebih memilih ruang yang lebih bersih dan minimalis, yang mendorong mereka untuk mencari berita dalam format digital yang tidak memerlukan penyimpanan fisik.
5. Kustomisasi Berita:
Berita digital memungkinkan pembaca untuk mengkustomisasi berita sesuai minat dan preferensi mereka. Mereka dapat mengikuti topik yang paling mereka minati dan menghindari berita yang kurang relevan.
6. Interaktivitas:
Berita online juga sering kali menawarkan unsur interaktif seperti video, komentar, dan jajak pendapat yang memungkinkan pembaca untuk terlibat lebih aktif dalam berita.
Meskipun ada banyak alasan mengapa orang sekarang jarang membaca koran, tidak dapat disangkal bahwa koran masih memiliki nilai sejarah dan estetika mereka yang unik. Bagi beberapa individu, mencari sudut pandang yang berbeda atau mengumpulkan koran sebagai koleksi memiliki daya tariknya sendiri.
Ketika teknologi terus berkembang, perubahan dalam cara kita mengakses berita hanyalah salah satu perubahan yang tak terelakkan. Meski begitu, media cetak tetap ada dan terus berusaha untuk beradaptasi dengan dunia yang semakin digital. Bisnis media cetak kini tak lagi menguntungkan, harga produksi yang mahal dan sasaran pembaca tidak lagi mencakup ke segala kalangan menjadi alasan para pemilik media cetak menutup bisnisnya, maka media cetak yang masih bertahan menghadapi tantangan yang serius. Di tengah ketatnya persaingan tidak berbuat apa-apa bukan solusi yang tepat, media cetak harus mentransformasi diri untuk ikut menguasai perkembangan teknologi digital media. Di era digital saat ini muncul new media dan masyarakat pada realitanya mulai meninggalkan media tradisional atau konvensional yaitu Koran, Radio dan nantinya televisi juga akan digantikan oleh televise online. Media cetak suatu saat nanti mungkin akan hilang. Tetapi sebagai sebuah media informasi yang terus update dengan realitas sosial akan terus langgeng, bahkan dengan isi yang lebih kaya. Paradigma masyarakat untuk mendapatkan informasi melalui internet adalah gratis menyulitkam media cetak untuk menentukan harga